Pages

Wednesday, February 13, 2013

Hukum Pranata Pembangunan : UU Perburuhan No 12 Th 1964


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1964
TENTANG
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :        bahwa untuk lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang di samping tani harus menjadi kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadi soko-guru masyarakat adil dan makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik,beserta perinciannya, perlu segera dikeluarkan Undang-undang tentang PemutusanHubungan Kerja di Perusahaan Swasta;

Mengingat:        1. Pasal 5 ayat 1 serta pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar;
2. Undang-undang No. 10 Prp tahun 1960 jo Keputusan Presiden No. 239 tahun 1964;         

Dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
MEMUTUSKAN :

I.          Mencabut: "Regeling Ontslagrechtvoor bepaalde niet Europe se Arbeiders" (Staatsblad 1941 No. 396) dan peraturan-peraturan lain mengenai pemutusan hubungan kerja seperti tersebutdidalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601 sampai dengan 1603 Oud danpasal 1601 sampai dengan 1603, yang berlawanan dengan ketentuan-ketentuan tersebut didalam Undang-undang ini.

II.         Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN SWASTA.

Pasal 1
(1)        Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusanhubungan kerja.
(2)        Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a.         selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selamawaktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus-menerus;
b.         selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yangditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadatyang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.

Pasal 2
            Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan,pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisas di buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruhitu tidak menjadi anggota dari salah-satu organisasi buruh.

Pasal 3
(1)        Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapatmemutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin PanitiaPenyelsaian Perselisihan Perburuhan Daerah (Panitia Daerah), termaksud padapasal 5 Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerjaperseorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat(Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagipemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2)        Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, ataumengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkansuatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.

Pasal 4
            Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan, bila pemutusan hubungan kerjadilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
            Lama nya masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harusdiberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.

Pasal 5
(1)        Permohonan izin pemutusan hubungan kerjabeserta alasan alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia Derah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perseorangan dan kepada Panitia Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2)        Permohonan izin hanya diterima olehPanitia Daerah/ Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2, tetapi perundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.

Pasal 6
            PanitiaDarah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.

Pasal 7
(1)        Dalam mengambil keputusan terhadap permohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusat disamping ketentuan-ketentuan tentang hal ini yang dimuat dalam Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran-Negaratahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan lapangan kerja serta kepentingan buruh dan perusahaan.
(2)        Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lain-lainnya.
(3)        Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4)        Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itu diatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon,uang jasa dan ganti kerugian tersebut di atas.

Pasal 8
Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Daerah, atau pemberian izin dengan syarat, tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu empat belas hari setelah putusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/atau pengusaha maupun organisasi buruh/atau organisasi pengusaha yang bersangkutan dapat minta banding kepada Panitia Pusat.

Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikan permohonan banding menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan dalam tingkat bandingan.

Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpaizin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.

Pasal 11
Selama izin termaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan banding tersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.

Pasal 12
Undang-undang ini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi diperusahaan-perusahaan Swasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka,asal mempunyai masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.

Pasal 13
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang belum diatur di dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapatmengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23September 1964.


PD. PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA,
Dr. SUBANDRIO.

Diundangkan diJakarta
pada tanggal 23September 1964.

SEKRETARIS NEGARA,
MOHD. ICHSAN.
LEMBARAN NEGARA TAHUN 1964 NOMOR 93


sumber : http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_12_64.htm

No comments:

Post a Comment